Omar Mokhtar
Akan
selalu ada segolongan dari umatku yang memperjuangkan kebenaran,
mereka tidak akan dimudharatkan oleh orang–orang yang menghina dan
menyalahi mereka sampai datang keputusan Allah." ( HR. Muslim )
Memang benar, judul sebuah film. Namun, kita bukan sedang menflashback
film yang naik daun di era 80-an tersebut. Juga bukan sedang menggali
peran aktor Anthony Quinn yang juga sukses memerankan watak Hamzah,
dalam film The Message; Rasulullah. Tetapi sejatinya ia adalah julukan
yang dialamatkan kepada seorang Umar Mukhtar. Seorang tokoh dan figur
yang memiliki semangat juang tinggi, intelektual, cerdas dan
berdedikasi tinggi pada agamanya.
Dilahirkan
tahun 1861, Umar memulai hidupnya menjadi seorang sufi dan memasuki
tarekat yang bernama Sanusiyah sampai beliau meninggal. Tarekat yang
unik. Ia tidak meninggalkan dunia tetapi peduli terhadap persoalan
dunia. Tarekat ini sering berperang melawan ketidakadilan. Ini
mengingatkan kita dengan do’a Abu Bakar, “Ya Allah! Jadikanlah dunia
ini di tangan kami bukan di hati kami”.
Awal Perjuangan Libya
Tahun
1911 kapal-kapal perang Itali berlabuh di pantai Tripoli, Libya. Mereka
membuat permintaan kepada kekhalifahan Turki Ustmaniyah untuk
menyerahkan Tripoli kepada Italia. Kalau tidak kota itu akan
dihancurkan. Bersama rakyat Libya, kekhalifahan menolaknya
mentah–mentah permintaan itu. Mereka menganggap hal ini sebuah
penghinaan. Akibatnya, titisan bangsa Romawi ini pun mengebom kota
Tripoli tiga hari tiga malam. Peristiwa ini menjadi seri perjuangan
mujahidin Libya, bersama tentara Turki melawan pasukan Italia.
Tahun
1912, Sultan Turki menandatangani sebuah perjanjian damai yang
sejatinya sebagai simbol menyerahnya Turki kepada Italia. Perjanjian
itu diadakan di kota Lausanne, Switzerland. Itulah awal pemerintahan
kolonial Italia berkuasa di Libya. Namun, perjanjian ini ditolak rakyat
Libya. Mereka tetap melanjutkan perang jihad. Di beberapa wilayah,
mereka masih tetap dibantu oleh tentara Turki yang tidak mematuhi
perintah dari Jenderal Turki di pusat kekhalifahan, Istanbul.
‘Sang Alim’ yang Peduli Umat
Kecaman
yang menimpa muslim Libya membuat Umar harus meninggalkan semua
pengajiannya, demi kebutuhan umat. Sang Alim melayangkan pikiran, kita
sejenak pada sosok Abdullah ibn Mubarak. Ulama besar yang peduli dengan
kondisi yang bergolak saat itu.
Umar Mukhtar merupakan seorang komandan perang yang juga master
dalam strategi perang gerilya di padang pasir. Ia memanfaatkan
pengetahuannya tentang peta geografi Libya, untuk memenangi
pertempuran. Terlebih pasukan Italia ‘buta’ dengan padang pasir.
Beliau benar-benar memanfaatkan keterbatasan itu sebagai area menjadi
sebuah titik kemenangan. Karena ia menyadari, ia bergerak dalam ruang
lingkup hukum alam atau sunnatullah. “Jangan pernah melawan sunnatullah
pada alam, sebab ia pasti akan mengalahkanmu. Tapi gunakanlah
sebagiannya untuk menundukkan sebagian yang lain, niscaya kamu akan
sampai tujuan”, kaedah indah yang dipakai imam syahid Hasan Al-Banna.
Umar Mukhtar memiliki sekitar 6000 pasukan. Beliau juga membentuk pasukan elit kecil yang mempunyai mobility
dan keterampilan perang yang tinggi. Keistimewaanya, berani tampil
menjemput syahid. Pasukan ini mirip Brigade Izzuddin Al-Qassam yang
miliki HAMAS di Palestina.
Tahun
1921 Umar Mukhtar tertangkap, karena pengkianatan salah seorang
pasukannya. Tetapi berkat kepiawaiannya berdiplomasi dalam bahasa
Inggris, Umar pun cepat dibebaskan oleh tentara musuh. Di tahun yang
sama, Libya diperintah oleh Gubernur Jenderal Guiseppe Volvi. Ia
mendeklarasikan akan “memperjuangkan hak-hak Italia dengan darah”. Lima
belas ribu pasukan Italia pun disebar di kota Libya untuk membunuh para
penduduk awam. Angkatan udara italia pun juga ikut berbicara. Kepala
operasi ketentaraan ini adalah Pietro Badoglio dan Rudolfo Graziani.
Nama terakhir ini tidak mengecualikan seorang pun dari
pendukung-pendukung Umar yang tertangkap. Semuanya harus dibantai. Hal
ini mendorong Umar beserta pasukannya kembali angkat senjata.
Kemenangan pun diperoleh. Italia kalang kabut. Mereka ambil sikap,
menangkapi rakyat biasa Libya. Karena itu, Mujahidin Libya harus
menjalani peperangan yang sangat panjang. Umar berganti titel;
komandan perang untuk seluruh wilayah Libya. Terlebih, ia seorang
‘lulusan’ penjara Italia, sekolah yang semakin membesarkan cintanya
membela Islam.
Peperangan
yang berkisar pada tahun 1923– 931, menyebabkan Italia menderita
kerugian yang amat sangat. Italia kalah perang di mana-mana. Setelah
mendapat laporan dari Libya, Benito Musollini turun tangan. Ia mengirim
400.000 pasukannya ke Libya. Perang menjadi sangat tidak seimbang.
Ibarat David versus Goliath. Pasukan Umar Mukhtar ‘hanya’ 10.000 orang.
Di dalam al-Quran disebutkan bahwa bandingan pasukan muslim melawan
pasukan kafir 1:10. Sangat wajar 10.000:400.000 mengakibatkan kekalahan
mujahidin Libya.
‘Sang Idola’ Menjemput Syahid
Hukum Sunnatullah
berlaku. Apalagi Mujahidin Libya telah berperang selama 20 tahun.
Italia? mereka selalu berdarah segar, terkecuali para pemimpinnya.
Tahun 1931, Umar Mukhtar tertangkap. Sebuah pukulan telak kepada rakyat
Libya. Beliau pun diadili dalam pengadilan yang tidak ada keadilan di
dalamnya.
Akhirnya, 16 September 1931 Umar Mukhtar mendapatkan karunia Ilahiyah yang mengabadikannya; tiang gantungan. Sebuah icon
paling penting dalam sejarah tirani abad ke-20. Simbol yang sangat
akrab di telinga kaum muslimin khususnya. Ratusan ribu rakyat Libya pun
tak kuasa menahan tangisnya. Sedih karena sang idola telah tiada.
Tetapi terharu melihat sang idola tersenyum menemui Robb-nya. Mereka
semua mempunyai alasan untuk menitikkan air mata kesedihan. Sebagaimana
kesedihan yang dirasakan wanita-wanita Madinah ketika mendengar berita
kematian Khalid bin Walid di Syam. Sebab, orang-orang seperti itu
memang layak ditangisi.
‘Sang Pemimpin’ dan Rahasia di Balik Kesuksesannya
Italia
sangat terkenal dengan kekuatan militer. Terlebih, ia di bawah arahan
Benito Musollini; diktator Italia yang menganut Fasis. Teman akrabnya,
Adolf Hittler; diktator Jerman yang menganut Nazi. Membuat kocar kacir
kekuatan yang ‘maha dahsyat’ seperti itu tidaklah mudah. Bahkan sangat
berat. Tetapi tidak bagi Umar dan pasukannya. Mereka seringkali
menjungkalkan benteng pertahanan milik Italia.
Sang
pemimpin memiliki daya karismatik yang tinggi di mata rakyat Libya.
Beliau mungkin sesuai dengan cara Umar bin Khatab r.a memaknai nilai
seorang pemimpin di mata Allah. Ia berpesan kepada para pejabat di masa
kekhalifahannya, “Ketahuilah kedudukan Anda di mata Allah dengan cara
melihat tingkat penerimaan masyarakat kepada Anda!” Beliau memiliki
keyakinan bahwa Allah hanya akan mau memenangkan agama-Nya dengan
usaha-usaha manusia, bukan dengan mukjizat demi mukjizat. Di sinilah
kunci kemenangan mujahidin Libya. Pasukan Umar Mukhtar sering memenangi
peperangan meskipun dalam rasio pasukan yang jauh berbeda.
Sang
pemimpin mengajarkan kepada kita bertarung dengan ruh dan semangat.
Ketika ‘itu’ hilang dalam diri, maka segeralah bersiap–siap mengubur
kemenangan. Umar Mukhtar adalah seorang manusia seperti halnya kita. Ia
juga selalu dirundung banyak masalah. Pasti!. Kesedihan, kecemasan dan
ketakutan. Bahkan keputusasaan serta keterpurukan pun mendera jiwanya.
Pekerjaan-pekerjaan tersebut pastilah menyedot energi fisik, jiwa
spiritual, dan pemikirannya. Namun, ia tahu bagaimana melawan ketakutan
dan kesedihan. Memunculkan harapan di atas keputusasaan. Mereka selalu
tampak santai dalam kesibukan, tenang di bawah tekanan, bekerja dalam
kesulitan, optimis di depan tantangan, dan gembira dalam segala situasi.
Itu
semua hanya berangkat dengan modal keyakinan iman dalam jiwanya. Ia
memiliki tradisi spiritualitas yang khas. Selalu berharap akan
pertolongan dan kemenangan dari Allah. Itu semua terlukis dalam bentuk
ibadah nadhahnya kepada sang Khalik dan perbuatan ‘saleh’
lainnya. Karena itu, ia abadi dalam kenangan manusia. Menjadi bintang
abadi di langit sejarah. Wallahua’lam bisshawwab.
0 comments:
Posting Komentar